Fenomena pttogel kehadiran sosok ‘Rojali’ di pusat-pusat perbelanjaan, terutama mal dan minimarket seperti Indomaret, belakangan ini menjadi sorotan publik. ‘Rojali’ — istilah yang populer di media sosial sebagai akronim dari “Rombongan Jaket Hijau”— biasanya merujuk pada sekelompok pengemudi ojek online (ojol) yang berkumpul dalam jumlah besar di satu titik. Namun, dalam konteks terbaru, istilah ini meluas untuk menggambarkan kelompok orang yang “nongkrong”, “rebahan”, hingga “beristirahat” di area publik berpendingin udara seperti mal, bukan untuk belanja, tapi semata-mata menghindari panas dan mencari kenyamanan.
Lantas, apakah kehadiran mereka berdampak pada kenyamanan pengunjung lain? Dan benarkah fenomena ini kini mulai merambah ke toko-toko ritel seperti Indomaret?
Fenomena ‘Rojali’: Dari Mal ke Minimarket
Awalnya, banyak pusat perbelanjaan menjadi tempat “pelarian” dari panasnya cuaca perkotaan. Mal yang menawarkan fasilitas AC gratis, kursi nyaman, dan WiFi menjadi magnet tersendiri, terutama bagi kalangan muda hingga kelompok masyarakat tertentu yang ingin bersantai tanpa harus mengeluarkan banyak uang. Namun seiring waktu, sebagian besar mal mulai kewalahan menghadapi gelombang pengunjung non-transaksional ini.
Kini, fenomena serupa mulai terlihat di gerai-gerai ritel modern seperti Indomaret dan Alfamart. Beberapa pelanggan mengeluhkan keberadaan orang-orang yang “nongkrong” terlalu lama di area depan toko, duduk-duduk di dekat kasir, bahkan kadang membawa minuman sendiri dan hanya membeli barang seharga seribu-dua ribu rupiah demi sekadar bisa duduk dan menikmati udara sejuk.
baca juga: pramono-sudah-teken-dana-operasional-rt-rw-cair-mulai-oktober
Respons Pihak Pengelola dan Pegawai
Manajemen mal dan toko ritel mulai mengambil sikap berbeda-beda. Ada yang menerapkan kebijakan tegas, seperti pembatasan durasi duduk di food court, pemberlakuan minimum pembelian, hingga pengawasan lebih ketat oleh satpam. Namun tak sedikit pula yang memilih untuk membiarkan fenomena ini berlangsung, selama tidak mengganggu ketertiban.
Salah satu pegawai Indomaret di kawasan Jakarta Timur mengungkapkan bahwa dirinya kerap menghadapi situasi serupa.
“Ada yang datang jam 10 pagi, beli air mineral kecil, terus duduk sampai siang. Kadang mereka cuma main HP di pojokan. Kita nggak bisa usir langsung, karena belum tentu mereka mengganggu. Tapi jujur, bikin suasana kerja jadi agak canggung,” ujarnya.
Dampak ke Bisnis dan Pengunjung Lain
Fenomena ini tentu memunculkan dua sisi koin. Di satu sisi, mal dan toko tetap ramai dikunjungi — secara statistik kunjungan meningkat. Tapi di sisi lain, omzet belum tentu ikut naik. Bahkan bisa terjadi penurunan karena pengunjung yang benar-benar ingin berbelanja merasa tidak nyaman dan enggan datang kembali.
Seorang ibu rumah tangga yang rutin belanja di Indomaret menyebutkan:
“Kadang saya mau belanja agak lama, tapi kursi depan penuh sama orang-orang yang duduk sambil ngobrol keras-keras. Jadi nggak enak, malah buru-buru keluar.”
Faktor Ekonomi dan Sosial yang Melatarbelakangi
Tak bisa dipungkiri, lonjakan harga kebutuhan pokok dan mahalnya biaya hidup menjadi latar belakang utama dari fenomena ini. Bagi sebagian masyarakat, nongkrong di mal atau Indomaret adalah cara sederhana untuk ‘rekreasi’ tanpa harus keluar uang banyak. Apalagi dengan cuaca ekstrem panas seperti saat ini, mencari tempat sejuk dan nyaman menjadi kebutuhan mendesak.
Namun ini menimbulkan pertanyaan lebih dalam: apakah ruang publik yang nyaman dan aman sudah cukup tersedia di kota-kota besar? Apakah masyarakat menengah ke bawah benar-benar punya pilihan selain “mal dan minimarket” sebagai tempat berlindung dari kerasnya kota?
Solusi dan Harapan ke Depan
Beberapa pakar urban menyarankan agar pemerintah kota menyediakan lebih banyak ruang publik yang inklusif, seperti taman berfasilitas lengkap, balai warga, dan area komunitas yang bisa menjadi tempat bersosialisasi tanpa tekanan ekonomi.
Di sisi lain, manajemen mal dan ritel juga diharapkan dapat mencari jalan tengah, seperti menyediakan zona istirahat terbatas yang tertata rapi, sehingga kenyamanan pengunjung tetap terjaga tanpa harus mengorbankan rasa kemanusiaan.
Penutup: Fenomena yang Tak Bisa Diabaikan
Fenomena ‘Rojali’ di mal dan Indomaret bukan sekadar isu sosial ringan. Ini adalah cerminan dari realitas kota yang belum sepenuhnya ramah bagi warganya. Jika tidak dikelola dengan baik, potensi gesekan sosial antara kelompok “pengunjung pasif” dan “konsumen aktif” bisa semakin membesar.
Namun jika ditanggapi bijak, fenomena ini justru bisa menjadi momentum introspeksi — baik bagi pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat — untuk membangun kota yang lebih adil, nyaman, dan manusiawi.
baca juga: beritasaya.id